PERNAFASAN DUDUK DAN MANFAATNYA
Pernafasan duduk awal dilakukan sebagai pemanasan (warming-up) bagian dalam tubuh sebelum melakukan pernafasan bergerak. Pernafasan duduk akhir dilakukan untuk pendinginan (cooling down) dan pengendapan tenaga hasil latihan. Pernafasan duduk juga dikerjakan diluar latihan bersamaan dengan nafas gerak.
Cara Latihan Pernafasan Duduk
Cara latihan pernafasan duduk adalah sebagai berikut:
• Duduk dengan kaki melipat ke belakang, telapak kaki dengan ujung jari kaki melingkar ke arah pantat. Tulang ekor menyentuh lantai dan punggung diluruskan. Tangan dengan jempol digenggam diletakkan pada lutut, pandangan lurus ke depan ke satu titik.
• Bila peserta lebih dari satu orang dan sejenis, maka peserta duduk merapat kiri kanan sehingga lutut saling bersentuhan.
• Bernafas teratur sambil berkonsentrasi dzikir Laa ilaha illallah bagi muslirn. Keluar masuk nafas melalui bidung, dengan diantaranya menekan nafas dibawah perut (abdominal pressing). Selang waktu tarik, tekan/tahan dan keluar nafas adalah sama yakni 10-30 detik. Pernafasan duduk dilakukan selama 10 menit.
Manfaat Latihan Pernafasan Duduk
Manfaat latihan pernafasan duduk sebagai berikut:
• Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan sistem pernafasan yaitu dengan meningkatnya kapasitas vital paru-paru. Kapasitas vital merupakan salah satu tolok ukur bagi kemampuan fungsional sistem pernafasan. Latihan pernafasan duduk akan menyebabkan seluruh gelembung paru (alveoli) mengembang dan menjadi aktif dalam proses pernafasan, suatu cara pelatihan yang baik untuk kesehatan pernafasan. Pada olah raga biasa, pernafasan memang juga menjadi lebih dalam dan cepat, tetapi bertambah dalamnya pernafasan tidak pemah mencapai maksimal seperti halnya pada latihan pernafasan duduk ini.
• Dengan pola pernafasan duduk yang melakukan ekspirasi maksimal, inspirasi maksimal dan abdominal pressing, maka tidak hanya otot-otot pernafasan biasa yang dilatih, tetapi juga otot-otot pernafasan pembantu dan bahkan juga otot-otot dinding perut dan dasar panggul, khususnya pada saat abdominal pressing. Otot-otot pernafasan pembantu ialah otot-otot tubuh (togok) yang akan menjadi aktif membantu pernafasan bila terjadi kesulitan bernafas seperti misalnya pada penderita Asma Bronkial yang sedang mendapat serangan. Dengan latihan pernafasan demikian maka cukup banyak otot-otot tubuh (togok) ikut dalam latihan ini, sehingga wajar bila latihan pernafasan duduk saja sudah menyebabkan tubuh menjadi hangat dan bahkan berkeringat.
• Mekanisme pernafasan, khususnya pernafasan perut memperlancar aliran darah balik dari vena-vena di daerah perut menuju ke jantung. Hal ini disebabkan karena pada waktu inspirasi (tarik nafas) tekanan di rongga perut meningkat sedangkan tekanan di rongga dada menurun, sehingga darah dari arah perut ditekan, sedangkan dari arah dada dihisap. Dengan semakin tingginya tekanan di dalam perut dengan abdominal pressing maka terjadi semacam massage/pijatan terhadap alat-alat disekitar perut, sehingga aliran darah dalam alat-alat tubuh di rongga perut dan juga aliran darah balik ke jantung akan semakin lancar, yang akan lebih menjamin pemeliharaan kesehatan alat-alat dalam perut tersebut, serta juga meningkatkan kelancaran peredaran darah sistemik pada umumnya. Tekanan-tekanan yang terjadi pada alat-alat dalam perut itu, khususnya terhadap pencemaan makanan, akan merupakan rangsangan mekanik yang akan memperbaiki gerakan peristaltik saluran pencemaan makanan, sehingga dapat menyembuhkan penyakit-penyakit gangguan motilitas misalnya meteorismus (perut kembung) dan obstipasi (sembelit, susah buang air besar),
• Meningkatkan derajat kesehatan fisik dan mental sekaligus. Bila kita perhatikan diri kita atau orang lain di sekeliling kita, ada satu fenomena menarik yang berhubungan dengan ritrne pernafasan. Orang dalam keadaan marah, mengamuk, stress, ketakutan, sikap tak sabaran dan sikap mental negatif lainnya, ternyata menunjukkan ritme pernafasan yang tidak teratur, kacau-balau, tersengal-sengal. Bila dalam keadaan ini gelombang otaknya direkam dengan alat EEG, hasilnya adalah gelombang otak yang tidak normal, kacau tidak teratur. Jadi sebenamya ada korelasi antara mental, ritme pernafasan dan gelombang otak.
Sejumlah penelitian tentang Meditation dan EEG telah dilakukan, dilihat korelasi antara ritme pernafasan dan hasil rekaman listrik otak serta hubungannya dengan kesehatan fisik dan mental seseorang. Dari hasil penelitian itu dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut:
Manusia biasa bemafas sekitar 16-20 kali per menit. Hasil rekaman EEG menampilkan pola gelombang otak orang yang mudah terserang stress, gampang tersinggung, suka marah dan sikap mental negatif lainnya. Secara fisik, orang demikian mudah terserang penyakit disfungsional organ tubuh seperti tekanan darah tidak normal, kolesterol tingggi, Hb darah rendah, gangguan maag, ganggguan fungsi jantung, diabetes mellitus, sesak nafas, alergi dan sebagainya. Dengan pusat kontrol yang kacau dan tidak bekerja baik, otomatis fungsi kontrol terganggu sehingga organ dan bagian tubuh menjadi disfungsional, tidak menjalankan fungsi sebagaimana mestinya. Pada kelompok manusia yang dapat bemafas hanya 4 kali per menit, hasil rekaman gelombang otak adalah sangat teratur, yang disebut sebagai gelombang alfa. Temyata secara mental orang tersebut tidak mudah terserang stress, tidak mudah tersinggung, mempunyai rasa percaya diri yang besar, sabar dan mempunyai sikap positif lainnya. Secara fisik, tidak dijumpai penyakit disfungsional. Dengan pusat kontrol yang baik dan teratur, otomatis dapat mengontrol semua organ dan bagian tubuh bekerja dengan baik pula.
Peserta latihan pernafasan Satria Nusantara dilatih untuk bernafas dengan ritme yang teratur, pelan dan dalam disertai konsentrasi dzikir. Siklus waktunya antara 10-30 detik untuk tarik tekan/tahan dan keluar napas, artinya ritme pernafasan diperlambat dari 2 kali per menit sampai I kali dalam waktu satu setengah menit. Bila dalam latihan pernafasan sudah bisa mencapai frekuensi 2 kali per menit, maka akan menghasilkan refleks pernafasan 4-6 kali per menit. Sedangkan bagi yang sudah mampu hanya bemafas 1 kali per menit dalam latihan, akan memiliki refleks pernafasan 3-4 kali per menit. Sama dengan hasil penelitian diatas. Itulah sasaran latihan pernafasan duduk Satria Nusantara.
Kebiasaan bernafas pelan dan dalam disertai selalu ingat kepada Sang Pencipta dalam kehidupan sehari-hari akan menghasilkan ketenangan jiwa, mental yang stabil, sehingga akan memberikan pengaruh terhadap stabilitas fungsi syaraf otonom dengan semakin meningkatnya fungsi syaraf parasimpatik. Fungsi syaraf parasimpatik berhubungan erat dengan:
Anabolisme yaitu metabolisme yang bersifat membangun, yang mengarah kepada perbaikan-perbaikan terhadap kerusakan jaringan dan gangguan fungsional. Pengahambatan fungsi sistem jantung-pembuluh darah yang cenderung menyebabkan melambatnya denyut jantung dan melemasnya pembuluh darah, khususnya arterioale sehingga menyebabkan tekanan darah menurun. Peningkatan fungsi sistem lambung-usus sehingga akan memperbaiki fungsi pencernaan dan penyerapan makanan.
• Telapak kaki penuh dengan simpul-simpul saraf selalu siap memancarkan gelombang elektromegnetik dari tubuh ketika sedang latihan pernafasan. Dengan kedua ujung kaki berhadapan, diharapkan pemancaran getaran dari telapak kaki yang satu akan masuk ke telapak kaki lainnya sehingga membentuk satu siklus peredaran elektromagnetik di dalam tubuh.
• Telapak tangan yang penuh dengan simpul-simpul syaraf dan satu generator listrik yang terletak diantara ibu jari dan telunjuk, siap memancarkan getaran dari tubuh ketika sedang latihan pernafasan. Dengan ibu jari tergenggam, dapat dicegah pemancaran getaran yang sia-sia, tidak diinginkan.
• Tulang ekor menyentuh lantai akan menghubungkan kumparan syaraf di dalamnya, yang merupakan salah satu generator listrik, dengan listrik bumi secara langsung sehingga diharapkan terjadi interaksi Isitrik bumi terhadap listrik tubuh melalui generator listrik tersebut.
• Punggung diluruskan akan menyebabkan aliran listrik dari syaraf pusat ke selurah organ tubuh berjalan lancar.
• Pandangan mata lurus kedepan ke satu titik akan melatih otot-otot mata dan agar otot mata keadaannya seirama dengan otot bagian lain dalam latihan pernafasan ini.
Back to top
Pengaruh Lingkungan terhadap Keadaan Fisiologis Ternak.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada dasarnya factor utama yang mempengaruhi tingkat produktivitas ternak atau performance adalah lingkungan dan genetic. Sehingga lingkungan yang berhubungan langsung dengan Performance pada ternak merupakan faktor terpenting dalam penentuan karakter atau sifat dari ternak. Pada umumnya lingkungan memiliki persentase yang lebih tinggi dibanding Genetic, yaitu 70% untuk lingkungan sedang Genetic 30%. Sehingga mengambil bagian yang sangat penting dalam membentuk karakter ternak.
Faktor lingkungan yang langsung berpengaruh pada kehidupan ternak adalah Iklim. Iklim merupakan faktor penentu ciri khas dan pola hidup dari suatu ternak. Misalnya, ternak pada daerah tropik tidak sama dengan ternak yang berada di daerah subtropis. Namun, pada saat ini hal tersebut telah mampu di atasi dengan penyesuaian pengaturan suhu tubuh secara langsung seperti yang dilakukan oleh peternakan di israel yang menggunakan Air Condition (AC) untuk beternak. Hal ini ditempuh karena panasnya iklim di israel yang tidak memungkinkan ternak Subtropis berproduksi secara normal. Dengan mengambil metode penyesuaian suhu tersebut maka di dapati bahwa dengan penyesuain suhu lingkungan ternak dapat dihasilkan hasil yang maksimal bahkan dapat melebihi hasil yang di dapati pada daerah asal.
Iklim sendiri merupakan bagian terpenting dari penentuan kerja status faali dari ternak. Pengaruh langsung iklim terhadap ternak adalah pada produktivitasnya.
Penentuan status faali dari ternak sangat penting untuk diketahui karena dengan mengetahui status faali pada ternak, para peternak dapat menentukan dan menemukan pengaruh lingkungan pada ternak. Karena pada dasarnya dengan mengetahui temperatur lingkungan, kelembaban, temperatur kulit, suhu tubuh, suhu rektal, respirasi dan denyut jantung, peternak akan dapat mengetahui cara dan pengaruh buruk faktor-faktor iklim terhadap ternak serta untuk mengetahui pada temperatur dan kelembaban berapa ternak memiliki produktivitas yang baik dan efisien, maka oleh karena itu perlu adanya pengelolaan yang lebih lanjut dan intensif.
Dalam usaha meningkatkan produktivitas ternak maka salah satu upaya lain selain iklim adalah perbaikan mutu makanan ternak. Karena pakan ternak merupakan bagian yang sangat penting dari usaha peternakan (Umar, dkk., 1992).
Ternak merupakan hewan yang selalu berupaya mempertahankan temperatur tubuhnya pada kisaran yang normal. Mount (1979) menyatakan apabila sapi diekspose pada temperatur 45°C selama 5 jam sehari dalam 21 hari terus-menerus maka mulai hari ke 10 sapi tersebut sudah dapat menyesuaikan diri dengan temperatur panas sehingga temperatur tubuhnya akan sama seperti sebelum diekspose pada panas. Proses mempertahankan temperatur tubuh tersebut tidak berjalan secara langsung tetapi melalui proses yang bertahap.
Kelembaban udara dari suatu lingkungan kehidupan ternak merupakan salah satu unsur iklim. Dimana kelembaban lingkungan mempengaruhi kesehatan ternak. Kelembaban yang terlalu tinggi akan mempertinggi kejadian penyakit saluran pernapasan yang pada gilirannya memakai biaya perawatan kesehatan yang tinggi pada usaha produksi ternak. Kelembaban udara yang tinggi disertai suhu udara yang tinggi menyebabkan meningkatnya frekuensi respirasi.
Di lingkungannya masing-masing jenis mahluk hidup itu tidaklah merupakan kesatuan yang seragam (contohnya manusia), ada perbedaan ukuran tubuh, warna kulit, sifatnya. Begitu juga ternak, seperti sifat unggul dari suatu hewan ternak kita dapat menjumpai sifat ketahanan atau kepekaan nya dari suatu serangan penyakit. Perbedaan-perbedaan sifat yang dimiliki oleh ternak dikarenakan oleh faktor bawaan.
Karena faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap tingkah laku ternak. Bila suhu lingkungan berada di atas atau di bawah comfort zone untuk mempertahankan suhu tubuhnya ternak akan mengurangi atau atau meningkatkan laju metabolisme. Williamson dan Payne (1968) menjelaskan, pada sapi tropik yang dipelihara pada suhu lingkungan di atas 27°C mekanisme pengaturan panas aktif dan laju pernafasan dan penguapan meningkat.
Dan pada akhirnya dari serangkaian faktor lingkungan yang mempengaruhi lingkungan ternak maka ternak akan menyesuaikan dirinya. Salah satunya yaitu toleransi terhadap panas. Namun ternak juga memiliki batas toleransi terhadap panas tersebut atau dengan kata lain bahwa daya tahan ternak terhadap panas itu terbatas
Ilmu Lingkungan Ternak
Data yang tersedia memperlihatkan bahwa konsumsi daging per kapita per tahun pada 1982 baru mencapai 4 kg atau 66,7% dari sasaran. Walaupun tingkat konsumsi daging tidak hanya ditentukan oleh tingkat produksinya saja, tetapi jika dikaitkan dengan data pertumbuhan populasi ternak, diperoleh petunjuk bahwa tingkat produksi daging belum dapat memenuhi kebutuhan minimal. Dengan demikian, diperlukan usaha – usaha untuk meningkatkan produktivitas ternak.
Produktivitas ternak dicerminkan oleh penampilannya ( performance ), sedangkan penampilan ternak merupakan manifestasi pengaruh genetik dan lingkungan ternak secara bersama. Penampilan ternak dalam setiap waktu adalah perpaduan dari sifat genetik dan lingkungan yang diterimanya. Ternak dengan sifat genetik baik tidak akan mengekspresikan potensi genetiknya tanpa didukung oleh lingkungan yang menunjang. Bahkan telah diketahui bahwa dalam membentuk penampilan, lingkungan berpengaruh lebih besar dari pada sifat genetik ternak.
Iklim, yang merupakan salah satu faktor lingkungan, selain berpengaruh langsung terhadap ternak juga berpengaruh tidak langsung melalui pengaruhnya terhadap faktor lingkungan yang lain. Selain itu berbeda dengan faktor lingkungan yang lain seperti pakan dan kesehatan, iklim tidak dapat diatur atau dikuasai sepenuhnya oleh manusia.Untuk memperoleh produktivitas ternak yang efisien, manusia harus “menyesuaikan“ dengan iklim setempat.
Iklim yang cocok untuk daerah peternakan adalah pada klimat semi-arid. Daerah dengan klimat ini ditandai dengan kondisi musim yang ekstrim, dengan curah hujan rendah secara relatif dan musim kering yang panjang. Fluktuasi temperatur diavual dan musim sangat besar, lengas udara sepanjang tahun kebanyakan sangat rendah dan terdapat intensitas radiasi solar yang tinggi karena atmosfir yang kering dan lagit yang cerah. Meskipun curah hujan keseluruhan berkisar antara 254 sampai 508 mm, dapat terjadi lebat bila turun hujan tetapi kejadiannya sangat jarang.(ilmu lingkungan)
Perkandangan, disamping fungsinya yang lain adalah salah satu upaya manusia untuk melindungi ternaknya dari pengaruh iklim yang negatif serta menciptakan kondisi iklim mikro yang optimal bagi ternaknya.
Dengan tujuan memperoleh gambaran pengaruh kandang terhadap keadaan fisiologis ternak yang selanjutnya akan berpengaruh pula pada produktivitas ternak, dilakukan penelitian dengan menggunakan kambing peranakan Ettawa sebagai materi penelitian.
Iklim yang ada diberbagai daerah tidaklah sama, melainkan bervariasi tergantung dari faktor-faktor yang tak dapat dikendalikan (tetap) seperti altitude (letak daerah dari ekuator, distribusi daratan dan air, tanah dan tofografinya) dan latitude (ketinggian tempat) dan faktor-faktor tidak tetap (variabel) seperti aliran air laut, angin, curah hujan drainase dan vegetasi. (Conrad et al.. 1950 ; Devendra dan Burns, 1970 ; Williamson dan Payne, 1978 dan Soedomo, 1984).
Temperatur Lingkungan
Setiap hewan mempunyai kisaran temperatur lingkungan yang paling sesuai yang disebut Comfort Zone (Williamson dan Payne, 1987; Mc Dowell, 1980; Webster dan Wilson, 1980). Menurut Williamson dan Payne (1987), Mc Dowell (1980) dan Taffal (1982), temperatur lingkungan yang paling sesuai bagi kehidupan ternak di daerah tropik adalah 10°C - 27°C (50° F - 80° F). Foley et al. (1972) menyatakan bahwa keadaan lingkungan yang ideal untuk sapi perah adalah pada temperatur antara 30°F - 60°F dan dengan kelembaban rendah. Sedangkan menurut Adi Sudono dkk. (1968) dikutip Kusuma Dewi dkk. (1977), Sapi FH maupun PFH memerlukan persyaratan iklim dengan ketinggian tempat ± 1000 m dari permukaan laut, suhu berkisar antara 15° - 21°C dan kelembaban udaranya di atas 55 persen. Kenaikan temperatur udara di atas 60°F relatif mempunyai sedikit efek terhadap produksi sampai dicapai temperatur kritis dari tiap-tiap individu sapi (Umar AR., dkk, 1991).
Kelembaban Lingkungan
Iklim di indonesia dalah Super Humid atau panas basah yaitu klimat yang idtandai dengan panas yang konstan, hujan dan kelembaban yang terus menerus (Umar AR., dkk. 1991). Temperatur udara berkisar antara 21.11°C – 37.77°C dengan kelembaban relatir 55 – 100 persen (Wright, 1964 dikutip Lubis, 1956., dikutip Umar Ar, dkk 1991). Rata-rata temperatur sepanjang tahun berkisar antara 2032 – 3048 mm atau 80 – 120 inchi (Soedomo, 1984). Pengaruh iklim pada ternak di daerah ini sangat mencolok (Umar Ar., dkk, 1991).
Suhu dan kelembaban udara merupakan faktor-faktor yang penting dari iklim karena besar pengaruhnya terhadap kondisi ternak (Hafiz, 1968 ; Mc Dowell, 1970). Suhu dan kelembaban udara yang tinggi akan menyebabkan stress pada ternak sehingga suhu tubuh, respirasi dan denyut jantung meningkat, serta konsumsi pakan menurun, akhirnya menyebabkan produktivitas ternak rendah. Selain itu berbeda dengan factor lingkungan yang lain seperti pakan dan kesehatan, maka iklim tidak dapat diatur atau dikuasai sepenuhnya oleh manusia (Djoko Sarwono, 1985).
2.4. Daya Tahan Panas
Penerapan ternak di daerah yang iklimnya sesuai akan menunjang dihasilkannya produksi secara optimal. Salah satu unsur penentu iklim adalah suhu lingkungan. Bagi sapi potong yang mempunyai suhu tubuh optimum 38.33°C, suhu lingkungan 25°C dapat menyebabkan peningkatana rata pernafasan, suhu rektal dan pengeluaran keringat, yang semuanya merupakan manifestasi tubuh untuk mempertahankan diri dari cekaman panas (Widoretno. 1983).
Daya tahan panas seekor ternak dapat diketahui melalui penggunaan rumus Benezra (1952), berdasarkan hasil pengukuran suhu rektal dan rata-rata pernafasan pada pagi dan siang hari (Widoretno. 1983)
Makin tinggi nilai “Benezra Coefficient”, daya tahan panas hewan makin rendah. Dilain pihak Guyton (1976) mengemukakan, bahwa makin banyak jumlah keringat yang dikeluarkan, hewan makin tidak tahan terhadap cekaman panas. Dengan demikian makin tinggi nilai “Benezra Coefficient”, jumlah ekskreasi keringat makin banyak (Widoretno. 1983).
Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai banyaknya ekskresi keringat yang dihubungkan dengan daya tahan panas sapi potong, yang menggunakan bahan-bahan yang mudah diperoleh dan relative murah harganya.
2.5. Menghitung RH-Tbk-Tbb
Kelembaban udara ditentukan oleh jumlah uap air yang terkandung di dalam udara. Total massa uap air per satuan volume udara disebut sebagai kelembaban absolut (absolute humidity, umumnya dinyatakan dalam satuan kg/m3). Perbandingan antara massa uap air dengan massa udara lembab dalam satuan volume udara tertentu disebut sebagai kelembaban spesifik (spesifik humidity, umumnya dinyatakan dalam satuan g/kg). Massa udara lembab adalah tital massa dari seluruh gas-gas atmosfer yang terkandung, termasuk uap air; jika massa uap air tidak diikutkan, maka disebut sebagai massa udara kering (dry air).
Data klimatologi untuk kelembaban udara yang umum dilaporkan adalah kelembaban relatif (relative humidity, disingkat RH). Kelembaban relatif adalah perbandingan antara tekanan uap air aktual (yang terukur) dengan tekanan uap air pada kondisi jenuh. Umumnya dinyatakan dalam persen.
RH = [PA/Pg] x 100%
Di mana: PA = tekanan uap air aktual
Pg = tekanan uap air pada kondisi jenuh
2.6. Suhu Tubuh
Suhu tubuh hewan homeotermi merupakan hasil keseimbangan dari panas yang diterima dan dikeluarkan oleh tubuh. Dalam keadaan normal suhu tubuh ternak sejenis dapat bervariasi karena adanya perbedaan umur, jenis kelamin, iklim, panjang hari, suhu lingkungan, aktivitas, pakan, aktivitas pencernaan dan jumlah air yang diminum (Anderson, 1970). Bartholomew (1977) menyatakan bahwa suhu normal adalah panas tubuh dalam zone thermoneutral pada aktivitas tubuh terendah. Selanjutnya oleh parker (1980) ditambahkan, variasi normal suhu tubuh akan berkurang bila mekanisme thermoregulasi telah bekerja sempurna dan hewan telah dewasa. Webster dan Wilson (1980) mengatakan bahwa variasi suhu tubuh 0,6 - 1,2 oC adalah normal.
Webster dan Wilson (1980) mengatakan bahwa suhu tubuh (true body temperature) adalah suhu daerah yang meninggalkan jantung dan suhu rectal umumnya 0.1 – 0.3 oC lebih rendah dari suhu tubuh. Walaupun demikian, menurut Anderson (1970), salah satu cara untuk memperoleh gambaran suhu tubuh adalah dengan melihat suhu rectal dengan pertimbangan bahwa rectal merupakan tempat pengukuran terbaik dan dapat mewakili suhu tubuh secara keseluruhan sehingga dapat disebut sebagai suhu tubuh